Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Jumat, 20 September 2019

Media sosial membantu perpustakaan di daerah terpencil di Nusa Tenggara untuk meningkatkan literasi

Media sosial membantu perpustakaan di daerah terpencil di Nusa Tenggara untuk meningkatkan literasi
Media sosial membantu perpustakaan di daerah terpencil di Nusa Tenggara untuk meningkatkan literasi

I
NFO HARIAN TERKINI - Aktivis literasi dan guru sekolah Agen Poker di daerah terpencil Nusa Tenggara Timur (NTT) memanfaatkan media sosial untuk memperkaya koleksi buku masing-masing dalam upaya meningkatkan kebiasaan membaca di kalangan generasi muda di provinsi ini.

Dengan menggunakan ponsel pintar dan platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan lainnya, mereka telah mengunggah dan menerbitkan kegiatan literasi di berbagai daerah terpencil, dan berhubungan dengan para aktivis literasi secara nasional dan bahkan global untuk menyumbangkan buku-buku baru untuk mereka.

Kegiatan ini juga mendorong kaum muda yang belajar di daerah lain di seluruh Indonesia atau bahkan di luar negeri untuk memotivasi para aktivis dan guru di provinsi tersebut untuk membangun perpustakaan dan gerakan literasi di desa-desa di daerah terpencil masing-masing.

Di Flores, aktivis literasi berpindah dari satu desa ke desa lain dan dari satu institusi pendidikan di daerah terpencil ke desa lain, untuk mempromosikan kegiatan. Para imam Katolik dan pemuda setempat juga bergandengan tangan untuk mendirikan pusat membaca.

Pendeta lokal Wilfridus Babun, pendiri Flores Barat Kompak Le Nuk, mengatakan lembaga itu telah membentuk sebanyak 30 kelompok melek huruf di seluruh Flores dan pedalaman Pulau Sumba.

Dia mengutip keberhasilan program ini berkat program yang diprakarsai oleh perusahaan pos milik negara PT Pos Indonesia yang membantu lembaganya mendistribusikan buku ke pusat-pusat membaca di Pulau Sumba dan di beberapa kabupaten di Pulau Flores. Namun, program tersebut telah dihentikan.


"Akhir dari program memengaruhi semua simpul melek huruf yang didirikan Kompak Le Nuk di Manggarai, Ngadha, dan Sumba," kata Babun kepada The Jakarta Post pekan lalu.

Dia menambahkan bahwa perpustakaan Kompak Le Nuk memiliki sekitar 2.000 buku dalam berbagai kategori termasuk pendidikan, pertanian dan hortikultura. Perpustakaan ini terletak di dusun Dadar terpencil di Manggarai Barat. Namun, sejauh ini, belum ada buku yang disumbangkan ke perpustakaan oleh pemerintah kabupaten.

Untuk koleksi buku baru, kata Babun, perpustakaan mengandalkan donor dan menjalin hubungan.

Mereka juga mengadakan diskusi dengan komunitas literasi lokal dalam upaya untuk menemukan solusi.

Manajer perpustakaan, Tamsi Babut, mengatakan kediaman pribadinya berfungsi sebagai tempat sementara untuk mengelola perpustakaan karena belum memiliki gedung sendiri.

Pendiri rumah baca Cengka Ciko di desa Rondo Woing, Ranamese, Manggarai Timur, Romanus Rudianto Pantur, mengatakan bagian yang paling sulit dalam mengelola perpustakaan adalah menyediakan fasilitas, serta koleksi buku untuk mempromosikan literasi di antara penduduk.

Dia menjelaskan bahwa perpustakaan sejauh ini mengandalkan donor untuk operasi dan koleksi perpustakaan. "Saya mencoba membangun hubungan dengan teman-teman dari seluruh Indonesia yang saya tahu juga memiliki keprihatinan yang sama," kata Romanus.

Muhammad Buharto, pendiri rumah baca Lalong Beo yang didirikan pada tahun 2016 di dusun Naga, desa Matawae, Manggarai Barat, mengatakan perpustakaan juga mengandalkan donor dan teman untuk mengoperasikan dan memperkaya koleksi.

“Berkat posting media sosial, banyak teman mengetahui kegiatan kami dan mengirimi kami buku,” kata Buharto, menambahkan bahwa gerakan ini sangat menghargai program pengiriman buku gratis melalui kantor pos.

Perpustakaan juga mengandalkan sumbangan untuk ruang baca sementara, serta rak buku, kursi, papan, dan sel surya untuk penerangan.

Buharto dan aktivis literasi lainnya di kawasan ini mengakui peran media sosial dalam membantu menginformasikan kepada dunia tentang kegiatan positif mereka untuk mencerahkan kaum muda melalui kegiatan membaca dan menulis.

“Kami memanfaatkan teknologi canggih untuk mendidik generasi muda di negara ini dan untuk mengkampanyekan kegiatan positif lainnya,” kata Buharto menambahkan bahwa kegiatan itu diharapkan juga meningkatkan pembangunan nasional.

NTT dikategorikan sebagai daerah tertinggal, terpencil dan terbelakang dengan indeks pembangunan manusia 64,30 tahun lalu. Banyak daerahnya yang sulit dijangkau karena keterbatasan fasilitas transportasi darat dan infrastruktur jalan yang buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Your Ad Spot

Halaman